Berita DPD di Media

Beranda

ยป

Berita DPD di Media

Irman Gusman Tekankan Pentingnya Budaya Hemat Demi Kemajuan Bangsa

23 Februari 2025 oleh sumbar

Realitarakyat.com – Anggota DPD RI dari Sumatera Barat, Irman Gusman menyoroti pentingnya efisiensi dan budaya hemat, dalam pembangunan bangsa. Irman menekankan bahwa pemahaman efisiensi tidak hanya harus dilihat dari aspek ekonomi, tetapi juga dari sudut pandang budaya dan sosial. Partisipasi besar dari berbagai kalangan, lanjut Irman yang berbicara secara daring, Jumat malam (21/2/2025) dalam acara halaqah yang digelar rutin oleh Gus Wahid, menunjukkan antusiasme masyarakat dalam memahami isu-isu fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Sebenarnya saya tidak perlu lagi menambahkan banyak hal karena pemaparan dari Profesor Doktor Edi Amin sudah sangat mendalam. Namun, saya ingin menyoroti satu hal yang fundamental, yaitu bagaimana efisiensi harus menjadi bagian dari budaya kita,” ujar Ketua DPD RI periode 2009-2016 itu. Ia menambahkan bahwa efisiensi dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekadar konsep ekonomi, tetapi juga harus menjadi kebiasaan yang tertanam dalam masyarakat. “Kita tahu bahwa hemat pangkal kaya, dan boros pangkal miskin. Namun, dalam praktiknya, masih banyak yang belum mengadopsi prinsip ini secara menyeluruh,” lanjutnya lagi. Senator dari Sumbar ini, juga menyinggung perbedaan antara negara-negara maju dan Indonesia dalam hal pengawasan serta penerapan demokrasi yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Menurutnya, Indonesia masih dalam tahap berkembang menuju demokrasi yang lebih matang, di mana transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam pengelolaan sumber daya. “Dalam 50 tahun terakhir, Indonesia telah banyak berkembang, terutama sejak tahun 1960-an. Namun, masih ada tantangan besar dalam menanamkan kesadaran efisiensi sebagai bagian dari budaya nasional,” tegas Irman. Diskusi ini semakin menarik dengan adanya perspektif Islam yang dikemukakan oleh para narasumber, menegaskan bahwa efisiensi bukan hanya persoalan ekonomi tetapi juga bagian dari ajaran agama yang menuntun umat untuk hidup lebih terukur dan disiplin. Acara halaqah yang rutin diadakan ini diharapkan Irman Gusman, dapat terus menjadi wadah diskusi yang konstruktif, mendorong masyarakat untuk lebih memahami pentingnya efisiensi dalam berbagai aspek kehidupan. “Dengan menerapkan budaya hemat dan efisien, Indonesia dapat bergerak lebih cepat menuju kemajuan yang berkelanjutan,” pungkas Irman Gusman. (ndi) Sumber : https://realitarakyat.com/2025/02/irman-gusman-tekankan-pentingnya-budaya-hemat-demi-kemajuan-bangsa/

KUNJUNGAN KOMITE I DPD RI KE PROVINSI SUMATERA BARAT

18 Februari 2025 oleh sumbar

Kunjungan Kerja Komite I DPD RI ke Provinsi Sumatera Barat didampingi Erdia Nova, S.Sos., MM Kepala Kantor DPD RI Provinsi Sumatera Barat dan jajarannya dalam rangka Pengawasan atas Pelaksanaan Program Reforma Agraria dan Konflik Pertanahan di Daerah Provinsi Sumatera Barat, (17/02/25). Kunjungan ini disambuh hangat oleh H. Mahyeldi Ansharullah, SP Gubernur Provinsi Sumatera Barat. Turut hadir juga Forkompimda Sumbar, Kakanwil ATR/BPN Sumbar Teddi Guspriadi, Kajati Sumbar, LKAAM, Polda Sumbar, dan dari Akademisi diwakili UNP, Universitas Muhammadiyah dan Universitas Bung Hatta. Rombongan Komite I dipimpin oleh Dr.dr. Andi Sofyan Hasdam, Sp.N (Ketua Komite I), dengan Anggota Bahar Buasan, ST. M.S.M, M.Sc (Wakil Ketua Komite I), Irman Gusman, H. Sudirman Haji Uma, S.Sos, KH. M. Mursyid M.Pd.I, H. Sum Indra, SE, M.Si, Jialyka Maharani, S.Kom. SH, Dr. Ir. Abdul Hakim, MM, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, Ir. Abraham Liyanto, Maria Goreti, S.Sos., M.Si, M. Hidayattollah, S.Pd, A Ian Ali Baal Masdar, SH, Bisri As Shiddiq Laticonsina, S.Sos, Lamek Dowansiba, A. Md. Par, Frits Tobo Waksu, S.PAK, SH, Hj. Ade Yuliansih SH. MH. Dalam kesempatan itu, Gubernur kembali menegaskan komitmen dan dukungan Pemprov Sumbar terhadap pelaksanaan program reforma agraria dan penyelesaian konflik pertanahan di Sumbar. “Tahun ini adalah tahun kedelapan pelaksanaan tugas Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di Sumbar. Melalui gugus tugas inilah, segala sekat antarinstansi bisa dihilangkan, sehingga muncul kolaborasi dan sinergitas dalam mendukung program reforma agraria di Sumbar,” kata Gubernur. Program reforma agraria di Sumbar telah meningkatkan bidang tanah terdaftar hingga 40 persen, dan melalui redistribusi tanah sudah 42.542 bidang tanah yang diserahkan kepada masyarakat, serta berbagai capaian lainnya. Namun demikian, ia menyadari bahwa pelaksanaan program reforma agraria di Sumbar masih menyisakan ragam pekerjaan rumah. “Selain masalah legalisasi aset dan konflik lahan, masalah lain ialah terkait pendaftaran tanah ulayat masyarakat adat, yang merupakan salah satu karakteristik kearifan lokal di Minangkabau yang tentu perlu difasilitasi dari segi aturannya,” kata Gubernur. Namun demikian, Gubernur menegaskan kembali bahwa komitmen Pemprov Sumbar sangat tinggi dalam mendukung dan menyukseskan program reforma agraria. Apalagi, program ini juga sangat sejalan dengan program unggulan (progul) Sumbar dalam RPJMD 2021-2026, yaitu Sumbar Sejahtera dan Sumbar Berkeadilan. Ketua Komite I DPD-RI Andi Sofyan Hasdam mengatakan, pihaknya memilih mengunjungi Sumbar dalam kegiatan pengawasan reforma agraria ini. Karena konflik pertanahan yang terjadi di sini dapat dikatakan cukup tinggi dan kompleks. "Berdasarkan data yang ada, konflik-konflik yang terjadi umumnya meliputi konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan perkebunan, dan konflik antara petani dengan perusahaan tambang. Kemudian, konflik antara masyarakat dengan pemerintah, dan konflik antara masyarakat dengan pengembang properti," ujarnya. Senator Irman Gusman mengharapkan dalam kegiatan ini Komite I dapat memperoleh masukan-masukan berharga sebagai bahan rekomendasi pengawasan terhadap reforma agraria yang sedang disusun. Ia juga meminta agar Pemprov Sumbar dapat bersinergi dengan Kepala Kanwil ATR/BPN Sumbar untuk menyelesaikan persoalan-persoalan pertanahan. "Kami juga berkomitmen untuk turut menjembatani permasalahan yang ada kepada Kementerian/lembaga terkait di pemerintah pusat," ucap Irman. Senator Jialyka Maharani turut menyuarakan mengenai pentingnya edukasi terkait administrasi pertanahan, karena memang celah masuknya mafia tanah akibat minimnya literasi hukum terkait tanah di masyarakat. Selain itu, ia juga menanyakan sejauh mana sinergitas Aparat penegakan hukum (APH) dalam menangani kasus-kasus pertanahan di Sumbar. Kakanwil ATR/BPN Sumbar menyampaikan bahwa ada beberapa hal penting yang harus dilakukan antara lain mengedukasi masyarakat agar tidak terjerat mafia tanah melalui strategi komunikasi yang efektif, Pemanfaatan berbagai media komunikasi, termasuk media sosial seperti Instagram dan TikTok, untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Mengaktifkan kembali kelompok masyarakat sadar tertib pertanahan (POKMAS DARTIKNAH) dan duta reforma agraria di tingkat desa untuk memberikan informasi langsung kepada masyarakat. Perlunya pendekatan asimilasi antara administrasi pertanahan dan tanah ulayat untuk menemukan formula yang tepat. Perlunya sinergi dengan berbagai pihak, termasuk kejaksaan dan kepolisian, dalam pemberantasan mafia tanah. Penulis : Febri Izzati Editor : Andri Matovani

Entrepreneurial Spirit dan Demokrasi Ekonomi

12 Februari 2025 oleh sumbar

PADEK.JAWAPOS.COM-KETIKA publik ramai membincangkan kasus pagar laut, muncul reaksi bahwa kasus itu tak hanya terjadi di perairan Tangerang, tapi juga di berbagai daerah lain. Laksana puncak gunung es yang menjulang tinggi di tengah samudera, monopoli pemafaatan ruang sebetulnya telah lama terpendam dan dibiarkan. Kasus itu telah memberikan momentum untuk melakukan koreksi total terhadap penguasaan ruang darat dan laut di berbagai daerah oleh segelintir orang yang melanggengkan oligarki politik-ekonomi, termasuk monopoli lahan yang memangkas kawasan pertanian. Sawah dan ladang yang dulunya menguning kini berubah fungsi di banyak daerah. Petani semakin tergeser, bahkan merosot menjadi buruh tani, sementara setiap keluarga petani hanya memiliki tanah 0,5 hektar. Padahal menurut berbagai sumber, satu persen penduduk di lapisan teratas menguasai 75% lahan di negeri ini, sisanya 25% diperebutkan oleh 99% penduduk. Ketimpangan yang sangat mencolok itu adalah potret pengabaian demokrasi ekonomi. Padahal, bumi, air, dan kekayaan alam seharusnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai Pasal 33 konstitusi. Itu berarti seharusnya UMKM dan koperasi diprioritaskan sebagai soko guru yang kuat bagi perekonomian nasional—cita-cita luhur para founding fathers kita yang disadari atau pun tidak, sedang dikhianati. Paradigma trickle-down effect perlu dibalik, untuk menumbuhkan perekonomian dari bawah, agar target pertumbuhan 8% yang direncanakan Presiden Prabowo bisa dicapai secara berkualitas. Sebab target tersebut baru bisa berdampak jika menghadirkan economic jutice untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat, mengatasi pengangguran, memberantas kemiskinan, dan menghapus disparitas sosial. Perlu pula ada strategi baru untuk menutup kondisi hollow middle, dengan melahirkan sebanyak mungkin pelaku ekonomi kelas menengah yang dapat memperkuat perekonomian dalam negeri. Di era Prabowo kita perlu mulai beralih menjadi entrepreneurial society untuk menghadirkan qualitative growth yang menghapus jurang pemisah antara angka-angka statistik yang menghibur dan realitas kehidupan masyarakat yang menyedihkan. Raymond Wen-Yuan Kao, professor emeritus di Ryerson University mengatakan, ”It may take a revolution to gain political freedom, but it only needs entrepreneurship to gain economic freedom.” Dengan prinsip itu maka entrepreneurship dapat menjadi mesin penggerak perubahan menuju kemandirian dan demokrasi ekonomi, termasuk menggerakkan masyarakat di 75.753 desa di tanah air untuk menghasilkan nilai tambah demi meningkatkan kesejahteraan. Dalam bukunya berjudul The Fortune at the Bottom of the Pyramid: Eradicating Poverty Through Profits, C.K. Prahalad menyampaikan bahwa korporasi besar pun dapat menimba manfaat dari pemberdayaan kaum miskin sebagai ”pasar laten yang selama ini terlupakan” namun dapat menyerap banyak produk dan jasa dari korporasi besar. Profesor strategi korporasi pada Universitas Michigan itu mengungkapkan, stratergi demikian itu dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, sekaligus mengentaskan kemiskinan sehingga kaum tertinggal pun dapat memeroleh ”perhatian yang bermartabat” dari sektor swasta besar—suatu keuntungan yang sering dinikmati hanya oleh kelas menegah dan atas. Untuk merealisasikannya, maka tata kelola penguasaan lahan perlu disempurnakan secara berkeadilan agar tidak terjadi monopoli ruang yang merugikan rakyat. Maklumat Sultan Hamengkubowono IX pada 5 September 1945 bahwa Takhta untuk rakyat, tanah untuk rakyat itu masih relevan untuk diterapkan di masa sekarang—bahwa kekuasaan dan Tanah Air Indonesia ini memang untuk seluruh rakyat. Saya teringat ekonom terkenal asal Peru, Hernando de Soto, yang dalam bukunya The Mystery of Capital dan The Other Path menekankan perlunya merekam kegiatan ekonomi informal yang melibatkan UMKM di negara-negara berkembang. Ia mengadvokasi rekognisi legal terhadap hak milik tanah masyarakat golongan bawah untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi dari bawah ke atas demi mengentaskan kemiskinan, sebagai strategi pemerataan. Paradigma baru tentang redistribusi aset yang dikemukakannya itu juga menyorot situasi dimana rakyat yang tadinya menjadi tuan tanah akhirnya berubah menjadi ”pengemis yang duduk di atas periuk emas.” Tanahnya kaya tapi rakyatnya miskin, dan tak ikut menikmati kekayaan negerinya, karena aset-aset mereka hanya ”menjadi dead capital.” Kondisi serupa terjadi di Indonesia. Karena itu apabila entrepreneurial spirit dikembangkan, kelas menengah diperluas, koperasi diutamakan, dan UMKM diberdayakan, maka akan terjadi perubahan besar dalam struktur perekonomian kita. Sehingga, kelompok usaha besar hanya perlu beroperasi di sektor industri untuk menghasilkan nilai tambah bagi produk-produk yang dihasilkan oleh pelaku ekonomi di semua daerah. Selama ini UMKM dan koperasi tak memiliki akses pasar dan pendanaan yang memadai, karena tak berskala sehingga tak pula bankable. Padahal pemberdayaan koperasi sebagai badan usaha milik rakyat akan menumbuh-kembangkan potensi ekonomi di semua daerah, untuk menciptakan pemerataan secara berkelanjutan. Konsep ekonomi kerakyatan seperti itu juga yang diadvokasi Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Dengan koperasi maka banyak warga masyarakat dapat terlibat untuk membangun perekonomian dari bawah (bottom-up growth)—terbalik secara diametral dari teori trickle-down effect yang tak pernah menjadi kenyataan itu, serta teori ekonomi liberal kapitalistik yang membatasi peluang masyarakat golongan bawah untuk memperbaiki nasib. Di tengah samudera pasar bebas dunia, semestinya kita tak perlu terkekang dan tunduk kepada setiap tekanan negara lain yang menganut sistem ekonomi liberal kapitalistik. Sebab hanya akan melumpuhkan pelaku ekonomi dalam negeri di tengah persaingan dunia yang sekarang menggunakan hukum rimba. Lihat saja bagaimana Amerika Serikat bertikai dengan Kanada, Meksiko, dan China akibat kebijakan Presiden Donald Trump menaikkan tarif 25 persen terhadap produk ekspor mereka. Intisari dari perselisihan itu adalah tekad untuk mendahulukan kepentingan dalam negeri. Kita dapat menarik pelajaran dari cara negara-negara itu membela kepentingan dalam negerinya masing-masing, dengan menggelorakan semangat Indonesia First. Perjanjian WTO pun bisa tidak dipatuhi ketika kepentingan dalam negeri diprioritaskan. Perlu kita mewaspadai eskalasi perang dagang tersebut yang dapat berakibat pada pemasukan devisa ekspor dan kinerja pelaku ekonomi dalam negeri. Dibutuhkan strategi yang tepat untuk memberdayakan pelaku ekonomi di semua daerah, tanpa mengorbankan eksistensi korporasi besar, serta kerja sama bisnis dan ekonomi dengan negara-negara lain—sebagai perwujudan demokrasi ekonomi yang perlu diciptakan untuk menghadirkan keadilan. Sebab absennya keadilan ekonomi, yang menyuburkan monopoli ruang, telah melahirkan oligarki ekonomi-politik yang menyayat hati rakyat. Keberhasilan penataan ruang darat, laut, dan udara tidak diukur dari seberapa banyak ruang-ruang itu dikuasai oleh segelintir pelaku ekonomi di lapisan teratas piramida sosial, melainkan dari kenaikan taraf hidup masyarakat di lapisan bawah, termasuk kaum buruh, petani, nelayan serta pekerja-pekerja lainnya di berbagai daerah, yang masih merangkak di sektor informal. Ini bisa terjadi apabila kita menerapkan strategi bottom-up growth agar terjadi pemerataan secara berkeadilan. Satu contoh sederhana tentang bottom-up growth itu dapat kita lihat di Selandia Baru yang sudah menghasilkan petani-petani sekelas pengusaha. Dalam suatu kunjungan saya ke sana, saya menemukan sejumlah petani yang sedang makan dan bersenang-senang di restoran Jepang. Di waktu luang, mereka pergi bermain golf. Dan para petani itu membiayai keluarganya yang bekerja di kota—bukan sebaliknya. Dibutuhkan reorientasi strategi untuk memberdayakan masyarakat kelas bawah, agar anak-cucu mereka tidak mengalami nasib seperti mereka. Sebab jika anak petani masih menjadi petani pula dan anak nelayan masih juga mengalami nasib seperti orang tuanya di berbagai daerah, itu berarti bottom-up growth belum terjadi, economic justice belum terjadi, demokrasi ekonomi belum terjadi. Dengan latar belakang kontemplasi di atas, maka kasus besar yang kini mengusik perhatian masyarakat—pagar laut di perairan Tangerang—sepatutnya dijadikan pemicu untuk membongkar gunung es di samudera monopoli ruang yang semakin dinikmati kelompok ultra-kaya, tapi semakin pula menyayat rasa keadilan masyarakat yang kian lelah dan gelisah menyaksikan pameran ketidakadilan itu. Presiden Prabowo diyakini tak akan membiarkan masalah ini berlarut-larut. Tampilnya Prabowo sebagai kepala negara juga memberikan sinyal tegas, bahwa sudah berakhir masa-masa di mana aturan hukum bisa seenaknya direkayasa, disiasati, dan ditransaksikan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. (Irman Gusman, Senator RI asal Sumbar 2024-2029) Sumber : https://padek.jawapos.com/opini/2365631675/entrepreneurial-spirit-dan-demokrasi-ekonomi#google_vignette

Pj Gubernur Sumut Apresiasi Kunker Komite III DPD RI, Komitmen Wujudkan Kesejahteraan Masyarakat

11 Februari 2025 oleh sumbar

MEDAN Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Agus Fatoni mengapresiasi kunjungan kerja (kunker) dari Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Sumut. Menurutnya, hal ini menunjukkan komitmen bersama untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. “Saya sangat mengapresiasi kunjungan bapak dan ibu sekalian, karena kunjungan ini menunjukkan komitmen kita bersama untuk terus melakukan pelayanan terbaik demi mewujudkan kualitas kesejahteraan masyarakat,” kata Fatoni saat menerima Kunker anggota Komite III DPD RI di Kantor Gubernur Sumut, Medan, Sumut, Senin (10/2/2025). Kunker Komite III DPD RI tersebut dalam rangka inventarisasi materi penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional di Provinsi Sumut. Pada pertemuan tersebut, Fatoni menyampaikan bahwa Provinsi Sumut memiliki keragaman budaya, etnis, agama, potensi, letak geografi, hingga penurunan angka kemiskinan yang luar biasa, serta berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dalam menjaga stabilitas ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa jumlah penduduk Sumut per 31 Desember 2024 sebanyak 15.588.525 jiwa. “Dari jumlah tersebut, yang sudah mendapat jaminan kesehatan nasional sebanyak 14.542.099 jiwa atau 93,23%. Sisanya terus akan kita upayakan pemenuhan jaminan kesehatannya,” katanya. Kemudian, Fatoni menyebutkan, jumlah tenaga kerja di Sumut tercatat sebanyak 7.590.000 jiwa. Dari angka tersebut, tenaga kerja formal yang sudah terlindungi jaminan ketengakerjaan sebanyak 3.237.135 jiwa atau sudah mencapai 100%. Sementara pekerja non formal seperti nelayan, buruh, tani, asisten rumah tangga, ojek online, guru non formal, pelayan rumah ibadah, kelompok disabilitas, dan pekerja lepas di berbagai sektor berjumlah 4.318.625 jiwa. Dari jumlah itu yang mendapat jaminan ketenagakerjaan sebanyak 80.355 atau 1,86%. “Kondisi ini mendorong pemerintah, stakeholder, dunia usaha, dunia industri, dan seluruh elemen masyarakat lainnya menjadikan jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai gerakan serentak tanpa sekat yang dapat menumbuhkan spirit kepedulian sosial di tengah-tengah masyarakat,” ucap Fatoni. Menurutnya, pertemuan dengan Komite III DPD RI sebagai momentum yang sangat penting dan strategis untuk memastikan begitu pentingnya jaminan perlindungan sosial, sebagaimana mandat konsitusi dan undang-undang yang menjadi program strategis negara untuk mendukung ketahanan nasional. Dirinya juga mengapresiasi Pemprov Sumut atas peran Komite III DPD RI untuk terus mendorong program-program perlindungan sosial dan penguatan masyarakat guna mendapatkan hak-hak dasar hidupnya yang layak. “Kepada semua pihak yang terkait diharapkan berperan aktif menyampaikan pokok-pokok pikiran yang konstruktif dan masukan terhadap Komite III DPD RI, sehingga penyusunan rancangan undang-undang terhadap perubahan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dapat berjalan dengan baik,” harapnya. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua III DPD RI Jelita Donal menyampaikan ucapan terima kasih atas sambutan yang diberikan Pj Gubernur Sumut dan jajarannya, atas kunjungan kerja mereka. Setelah dilantik menjadi DPD RI periode 2024-2029, katanya, hari ini merupakan kunjungan kerja pertama kalinya dilakukan Komite III DPD RI. Dirinya bersama belasan anggota DPD RI, yang berasal dari berbagai Dapil, bermaksud melakukan kunjungan kerja RI dalam rangka inventarisasi materi penyusunan RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional, di Provinsi Sumut. “Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Kehadiran kami untuk mendengar dan mengumpulkan yang berakitan dengan perubahan undang-undang atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang akan dibahas ke pusat nantinya,” ucapnya Turut Hadir pada pertemuan tersebut, di antaranya Sekretaris Daerah Provinsi Sumut Effendy Pohan, Anggota DPD RI Dapil Sumut Dedi Iskandar Batubara, Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Sumut, Jasa Raharja, dan seluruh anggota DPD RI dan undangan. **(H21/DISKOMINFOSUMUT) Sumber : https://diskominfo.sumutprov.go.id/page/berita/pj-gubernur-sumut-apresiasi-kunker-komite-iii-dpd-ri-komitmen-wujudkan-kesejahteraan-masyarakat

Senator Ustad Jelita Donal Menilai Biaya Haji Tahun 2025 Rp.93,3 Juta Masih Tinggi

06 Februari 2025 oleh sumbar

Jumat, 03 Januari 2025 padanginfo.com-JAKARTA- Wakil Ketua Komite III DPD RIJelita Donal menyoroti adanya perubahan komposisi BIPIH dan nilai manfaat yang berubah secara signikan dan berpengaruh pada biaya yang harus dibayar oleh calon jamaah. Ia menilai biaya yanh diusulkan tersebut masih tinggi dan patut dipertimbangkan kembali Senator dapil Sumbar itu meminta pemerintah dan DPR RI untuk mempertimbangkan kembali kemampuan keuangan calon jamaah haji dan berharap nilai Bipih tidak terlalu jauh berbeda dengan tahun 2024. Komite III DPD RI menyoroti pernyataan Menag Nasaruddin Umar terkait usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp93.389.684,99 atau sekitar Rp93,3 juta. Usulan ini disampaikan pada rapat kerja Komite VIII DPR RI dengan Menteri Agama dan Kepala BP Haji terkait persiapan haji 2025, pada Senin (30/12/2024), di komplek Senayan, Jakarta. Dalam rapat kerja tersebut, pemerintah mengajukan usulan rata-rata BPIH Rp93.389.684,99, terdiri dari Bipih (70%) Rp65.372.779,49, dan nilai manfaat (30%) Rp28.016.905,5. Dibandingkan dengan tahun 2024, nilai Bipih meningkat sekitar Rp10 juta. Tahun 2024, nilai Bipih yang ditanggung Jemaah haji sebesar Rp56.046.172. Adanya usulan kenaikan rata-rata Bipih, disebabkan adanya perubahan komposisi nilai Bipih sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh jamaah dan nilai manfaat yang dikeluarkan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Jika pada tahun 2024, komposisi Bipih dan nilai manfaatnya 60% : 40%, sementara pada tahun 2025, diusulkan adanya perubahan menjadi 70% : 30%. Jelita Donal juga meminta Kemenag dan BP Haji memperbaiki kualitas layanan dan akomodasi baik selama di tanah air maupun ketika di tanah suci, sehingga tidak lagi terjadi permasalahan seperti di tahun-tahun sebelumnya. “Perbaiki kualitas layanan penerbangan haji, optimalisasi akomodasi di Armuzna, dan optimalisasi layanan konsumsi selama di tanah suci,” pungkas Jelita Donal.(*/ak) Sumber : https://www.padanginfo.com/2025/01/senator-ustad-jelita-donal-menilai.html

Komite III DPD RI Dorong Penguatan Hukum dalam Proses Pemberian Santunan oleh Jasa Raharja

05 Februari 2025 oleh sumbar

JAKARTA, balipuspanews.com – Permasalahan dan penanganan korban kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan selama ini baru dilakukan dari sisi kesehatan yang melibatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Adapun dari sisi santunan/pertanggungan korban tidak menjadi bagian dari sistem jaminan sosial nasional. “Padahal mengingat dampak dari kecelakaan serta konsep negara welfare state yang dianut oleh Indonesia maka perlindungan sosial dari negara harus diberikan oleh negara pada semua aspek baik sisi kesehatan maupun santunan/pertanggungan kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan,” ujar Filep Wamafwa, Ketua Komite III DPD RI dalam sambutannya membuka Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan PT Jasa Raharja, Selasa (4/2/2025). RDPU PT Jasa Raharja dengan Komite III DPD RI dalam rangka inventarisasi permasalahan terkait kebijakan negara dalam memberikan jaminan perlindungan kecelakaan dikaitkan dengan pelaksanaan UU 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Komite III DPD RI mengharapkan pandangan dan pendapat yang komprehensif dan kekinian serta memenuhi rasa keadilan sosial bagi rakyat sebagai bentuk penguatan dan perluasan lingkup jaminan sosial nasional bagi usulan revisi UU 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang sedang diinisiasi oleh Komite III DPD RI. ”Pemberian santunan kecelakaan yang bersumber dari UU 33 dan 34 Tahun 1964. merupakan wujud kepedulian negara atas jaminan sosial bagi masyarakat. Secara filosofis kehadiran kedua UU itu merupakan langkah pertama menuju sistem jaminan sosial (social security),” sebut Direktur PT Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono mengawali RDPU. Sebagai BUMN yang mengelola dana masyarakat dari IW dan SW, laba bersih dan deviden Jasa Raharja serta kontribusi kepada negara menunjukan perfoma luar biasa. Jasa Raharja menjadi satu dari 10 BUMN yang memberikan kontribusi besar pada negara selama kurun waktu 2014-2022. Demikian halnya dengan perfoma pelayanan santunan. Hingga akhir Desember 2024, Jasa Raharja mencatat telah membayarkan santunan kecelakaan sebanyak 3,10 T dan melakukan kerjasama dengan 2.684 Rumah Sakit. Abu Bakar Jamalia, Senator dari Bengkulu maupun Jelita Donal senator Sumatera Barat dalam sesi tanya jawab mengkonfirmasi perihal kecelakan tunggal yang menurutnya sulit di cover oleh Jasa Raharja. Dirinya mengharapkan adanya perluasan pertanggungan dan pemberian santunan juga kepada korban kecelakaan tunggal. Adapun Denty Eka Pratiwi senator Jawa Tengah mempertanyakan penetapan Daerah Rawan Laka Per Provinsi (Black Spot). Menurut Denty, penetapan black spot juga seharusnya meliputi daerah rawan bencana seperti banjir atau longsor. Sebab kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan juga terjadi di daerah itu. Permintaan untuk memperluas diseminasi keselamatan lalu lintas bukan sekedar kepada siswa disampaikan oleh Al Hidayat Samsu, senator dari Sulawesi Selatan. ‘’Jasa Raharja harus memaksimalkan program-program preventif berupa edukasi dan sosialisasi keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan kepada masyarakat dari dana CSR-nya. Kami di 38 provinsi siap untuk memberi dukungan dan berkolaborasi pada program tersebut,” katanya. Di akhir RDPU, Ketua Komite III DPD RI menegaskan bahwa Komite III DPD RI mengapresiasi kinerja Jasa Raharja. Namun demikian terdapat persoalan hukum perihal PP yang menjadi dasar kerja Jasa Raharja. Oleh karena itu Komite III DPD RI dorong adanya penguatan hukum bagi Jasa Raharja dalam proses pemberian santunan melalui regulasi yakni inisiasi RUU Perubahan UU SJSN. Penulis : Hardianto Editor : Oka Suryawan Sumber : https://www.balipuspanews.com/komite-iii-dpd-ri-dorong-penguatan-hukum-dalam-proses-pemberian-santunan-oleh-jasa-raharja.html

INISIASI RUU PERKOTAAN DIMULAI, KOMITE I LAKUKAN INVENTARISASI MASALAH DI SUMATERA UTARA

05 Februari 2025 oleh sumbar

dpd.go.id, Permasalahan perkotaan merupakan isu kompleks dan multidimesional yang timbul antara lain dari proses urbanisasi yang pesat, pertumbuhan penduduk, keterbatasan infrastruktur dan fasum, pengangguran, standar hidup, kemacetan, hingga ke isu kemiskinan serta kerusakan lingkungan. Dalam isu urbanisasi misalnya, angka statistik menunjukkan pada tahun 2020 penduduk Indonesia yang tinggal diperkotaan mencapai angka 56,7% dan pada tahun 2045 diproyeksikan akan menyentuh angka 70%. Perubahan ini disatu sisi membawa peluang ekonomi dan bonus demografi tetapi di sisi lain menimbulkan berbagai dampak dari masyarakat perkotaan. Oleh sebab itu, salah satu solusi dari permasalahan ini adalah dengan menginisiasikan regulasi khusus berupa undang-undang perkotaan. Komite I DPD RI, sebagai inisiator RUU Perkotaan, memulai prakarsa ini dengan melakukan kunjungan kerja ke Medan Provinsi Sumatera Utara untuk menginventarisasi lebih lanjut isu-isu terkait perkotaan (03/02). Delegasi Komite I yang dipimpin oleh Wakil Ketua I Carrel Simon Petrus Suebu, diterima langsung oleh Pj. Gubernur Sumatera Utara di Kantor Gubernuran. Kegiatan ini dihadiri pula oleh Walikota Medan, Senator Penrad Siagian, Irman Gusman, Agustin Teras Narang, Jialyka Maharani, Ismet Abdullah, Fritz Wakasu, Sudirman Haji Uma, Sopater Sam, Lamek Dowansiba, TGH Ibnu Halil, Sultan Hidayat M. Sjah, Ade Yuliasih, Achmad Azran, Muhammad Mursyid, Ian Ali Baal, Muh. Hidayatollah, Ismeth Abdullah, dan Maria Goreti. Dalam sambutannya, Wakil Ketua I Karel Simon Petrus menyampaikan bahwa urbanisasi yang cukup masif terjadi saat ini menciptakan berbagai dampak pada masyarakat perkotaan. Peningkatan urbanisasi antara lain diakibatkan oleh reklasifikasi desa menjadi perkotaan. Proses industrialisasi juga memunculkan aglomerasi kota baru. Untuk itu, perlu ada manajemen perkotaan yang lebih baik serta membangun kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan kota yang lebih baik. Selanjutnya, Senator asal Papua ini menambahkan, perkembangan perkotaan di Indonesia terus berlangsung dari yang bercirikan tradisional sampai kepada pusat ekonomi modern dan berefek kepada munculnya ketimpangan sosial, minimnya infrastruktur dan layanan dasar. Keadaan ini diperburuk lagi oleh transportasi umum yang belum memadai, tingkat kriminal dan kejahatan sosial, serta masalah kesehatan mental seperti stres dan kecemaasan. Ketersediaan regulasi yang komprehensif menjadi faktor penting bagi penyelesaian masalah perkotaan dalam hal ini yaitu Undang-Undang Perkotaan yang dapat mengintegrasikan pengelolaan perkotaan secara holistik, adaptif dan modern. Sementara itu, Pj. Gubenur Sumatera Utara Agus Fathoni, menyampaikan bahwa Provinsi Sumatera utara merupakan provinsi terluas ke-8 di Indonesia dan menyimpan banyak potensi. Sumatera Utara menjadi provinsi yang memberikan kontribusi besar baik di bidang politik, sosial dan ekonomi. Namun demikian, memang harus diakui, terdapat permasalahan terkait pertumbuhan perkotaan yang tidak terkendali dan berefek pada terbentuknya tata ruang yang tidak teratur, peningkatan aktivitas industri dan transportasi, masalah banjir dan drainase serta tingginya backlog rumah sebagai akibat dari keterbatasan lahan yang berdampak pada tidak terjangkaunya harga rumah oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah. Untuk itu, lanjut Fathoni, pihaknya meminta dukungan DPD RI agar dapat turut memperjuangkan percepatan pembangunan rumah bersubsidi bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, terpenuhinya transportasi massal, pengelolaan sampah yang memadai dan dukungan infrastruktur untuk pengelolaan investasi. “Medan adalah kota terbesar ketiga di Indonesia, masalahnya banyak, beban perkotaannya juga semakin berat. Banyak faktor-faktor penentu untuk keberhasilan penanganannya”, katanya. Pertama, semua permasalahan perkotaan tentu saja tidak bisa diselesaikan sendirian oleh kota tersebut, melainkan harus dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah pusat, provinsi dan kab/kota sekitarnya”. Kedua, tidak semua kota memiliki anggaran yang cukup dan ini perlu menjadi atensi penganggaran oleh pusat, bahwa besarnya dana transfer perlu memperhatikan perkembangan tiap-tiap kota. Ketiga, perlu ada kerjasama dengan daerah sekitar secara konkrit dan jelas. Misalnya dalam persoalan banjir, bisa saja banjir terjadi akibat banjir kiriman dari daerah sekitar. Dalam hal ini, penyelesaiannya tidak mungkin hanya di kota yang terkena banjir tetapi juga harus melibatkan daerah yang mengirim banjir. Keempat, perlu digalakkan pelibatan pihak swasta untuk pembangunan kota, misal perumahan dan pembangunan kawasan terpadu. Peran pemerintah sangat penting untuk bisa mengatur, mengkoordinasikan swasta, perusahaan lainnya di luar kota sekitar. Kelima, saat ini, menurut aturan yang ada bantuan CSR hanya mengalir ke daerah tempat korporasi tersebut menjalankan kegiatan usahanya saja. Padahal, sangat mungkin permasalahan yang terjadi justru di luar dari wilayah CSR itu dan daerah tersebut tidak terjangkau oleh bantuan CSR. Itulah sebabnya, ketentuan CSR ini harus direformulasikan kembali, bahwa bantuan CSR tidak harus selalu didistribusikan kepada daerah tempat perusahaan tersebut beroperasi, tetapi juga dapat menjangkau daerah disekitarnya apabila memang dirasakan perlu untuk mendapatkan bantuan. “Selain itu, forum-forum CSR yang ada saat ini perlu direvitalisasi kembali peranannya, khususnya terkait dengan fungsi dan anggarannya”. “Bagus sekali forum semacam ini dan perlu diatur ke dalam undang-undang untuk ikut berperan dalam menangani permasalahan perkotaan sehingga memiliki landasan kuat” imbuh Fathoni. Senator yang hadir juga ikut memberikan perspektifnya. Agustin Teras Narang misalnya, menegaskan kembali maksud dan tujuan kedatangan Komite I ke Sumatera Utara. Teras Narang mengatakan, “Kami sedang menyusun RUU Perkotaan, untuk itu harus menempuh suatu mekanisme sebagai persiapan kami melengkapi naskah akademik, yaitu mendapatkan masukan-masukan. Setelah kami mengikuti perkembangan. Sumatera Utara memiliki salah satu kota besar di Indonesia, dipilih karena kami anggap akan dapat memberikan masukan yang konstruktif”. Kemudian Teras Narang melanjutkan, “kami menginisiasikan RUU Perkotaan karena melihat terjadinya perkembangan perkotaan yang luar biasa. Yang paling dikhawatirkan adalah semakin besarnya kesenjangan antara kota dengan kabupaten, sebagai efek dari perpindahan masyarakat dari desa ke kota. Dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), pengaturan terkait permasalahan tersebut jauh dari memadai. “Apalagi dalam UU Pemda tidak jelas juga dimana titik berat otonomi apakah pada pada kab/kota atau provinsi”, pungkasnya. Senada dengan Teras Narang, Senator Penrad Siagian juga mengatakan, “terkait RUU Perkotaan inisiatif DPD RI ini, kami sangat berkepentingan mengisi DIM masalah perkotaan dari masukan-masukan yang didapat hari ini”. “Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami juga mengundang beberapa ornop terkait seperti ornop pemerhati bidang lingkungan, anak, perempuan dan disabilitas”. “Kehadiran mereka diharapkan dapat memberikan masukan positif sehingga diharapkan melalui UU Perkotaan kelak dapat tercipta kota yang layanan publiknya ramah disabilitas, ramah anak, ramah perempuan, tata ruang kota yang baik” , tutup Penrad. Senator yang lain, Irman Gusman juga turut memberikan komentarnya. Menurut Irman, “Kota Medan yang berada di bagian Barat Indonesia merupakan salah satu gerbang utama Indonesia, sehingga menjadi perhatian kami dalam masalah perkotaan ini. Mengingat pertumbuhan provinsi kabupaten dan kota semakin cepat, Medan bisa menjadi kota megapolitan yang mengarah kepada hub Indonesia. Oleh sebab itu, harus ditata dengan baik, karena kita tidak mau terjadi kesenjangan-kesenjangan dan problem lainnya seperti masalah lingkungan, persampahan dan sebagainya. Sementara Senator asal Aceh Sudirman Haji Uma menambahkan, bahwa meningkatnya urbanisasi ternyata tidak diikuti oleh proses administrasi yang tertib, sehingga masyarakat yang pindah ke kota cenderung tidak tervalidasi dalam pelayanan kesehatan dan bantuan sosial. Akibatnya, yaitu bertambahnya masyarakat miskin di kota. Hal ini kita harus pikirkan, apa yang semestinya dirumuskan dalam RUU perkotaan sehingga dapat menjadi penyelesaian yang komprehensif untuk memayungi kepentingan masyarakat luas. Terakhir, Senator asal Provinsi Banten Ade Yuliasih memberikan informasi bahwa di Banten saat ini sudah ada forum CSR dan diatur dalam Perda. Forum CSR ini berada di bawah gubernur, dan forum inilah yang membina penyelenggaran CSR yang ada. Melalui forum ini, bantuan CSR dihimpun dan dapat dialokasikan ke daerah-daerah sekitar banten yang memerlukan. Dari persoalan CSR, kemudian Senator Ade bergeser membahas terkait dengan anggaran untuk daerah. Menurutnya, “support anggaran juga seharusnya lebih besar untuk daerah yang menjadi ibu kota provinsi, karena tentu saja ibu kota otomatis menjadi etalase dari provinsi. Di Banten yang ibukotanya Serang misalnya, justru terjadi kesenjangan kota tetangganya yaitu Tangerang Selatan. Justru daerah Tangerang Selatan yang lebih maju dari serang yang notabene adalah Ibukota Provinsi Banten. Walikota Medan yang sekaligus juga Gubenur terpilih Sumatera Utara, Bobby Nasution, turut hadir dan menyampaikan bahwa kemiskinan di daerah perkotaan agak lebih tinggi daripada pedesaan, oleh karena itu pengentasan kemiskinan perlu dilakukan melalui berbagai upaya. Salah satunya adalah memangkas pengeluaran masyarakat setiap bulannya dalam membeli kebutuhan pangan. Bobby meneruskan, “Medan bukanlah kota penghasil pangan, sehingga kontribusi pertanian hanya satu persen saja”. “Oleh karena itu, dengan produktivitas bahan pangan yang rendah, Kota Medan sangat mengandalkan kepastian dan kelancaran pasokan pangan dari daerah sekitar. Apabila pasokan pangan terhambat, maka harga akan melambung tinggi dan dampaknya adalah meningkatnya pengeluaran masyarakat”. “Inilah yang harus diatasi”, katanya. Untuk itu, yang harus dilakukan di Kota Medan adalah penguatan kota aglomerasi yang sejauh ini belum efektif. Ke depan aglomerasi ini harius difungsikan secara optimal, agar berbagai permasalahan bisa diselesaikan melalui kerjasama dalam kerangka aglomerasi ini, seperti pangan, banjir dan sebagainya. Berikutnya, adalah persoalan ruang terbuka hijau (RTH) diperkotaan, kewajiban RTH seluas 20% menurut undang-undang masih belum dapat tercapai di Kota Medan. Bobby menggagas, bagaimana kalau RTH 20% itu dapat ditempatkan dalam kerangka Kota Aglomerasi. “Jadi, angka 20% mencakup seluruh daerah yang tergabung dalam aglomerasi itu”, tegasnya. Dengan demikian, pemerintah daerah setempat dapat membeli area untuk RTH tidak harus di area Kota Medan tetapi bisa juga disekitaran daerah aglomerasi. Terakhir, tambah Bobby, “yang tak kalah pentingnya adalah persoalan penampungan Pengungsi rohingya. Harusnya penempatan pengungsi jangan ditaruh pada daerah yang padat penduduk, kalau bisa penempatannya dapat dipusatkan di wilayah sepi”. “Hal ini harus segera diselesaikan karena sudah mulai terjadi ada gesekan antara penduduk lokal dan pengungsi”. Dari unsur Polda Sumut, Ramses Tampubolon, juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan situasi terkini keamanan Medan. Menurutnya, Medan merupakan salah satu kota yang cukup padat, sehingga rentan terjadi banjir sebagai dampak dari penataan kota khususnya penataan perumahan yang kurang baik. Sewaktu Pilkada Kota Medan 2024 lalu, terjadi bencana banjir. Akibatnya, kepolisian di samping mengamankan pilkada juga ikut mengamankan masyarakat yang terkena bencana. Oleh karena itu, penataan kota ini perlu menjadi perhatian bersama khususnya dalam hal mitigasi bencana seperti banjir. Dari segi keamanan, gangguan kamtibmas di Kota Medan memang cukup besar, dimana penyebab utamanya adalah penggunaan narkoba. Tidak kurang dari satu juta warga masyarakat yang terlibat narkoba. Upaya yang dilakukan sejauh ini adalah dengan membuat patroli bersama TNI untuk memberantas narkoba. Perwakilan Ornop yang hadir dalam acara ini diantaranya Ketua Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Anak, Badriah, yang menyoroti tentang UU Perkotaan ramah anak. Menurutnya, perkembangan perkotaan yang berdampak anak-anak. Oleh karena itu dalam RUU Perkotaan muaranya harus dapat mempromosikan, melindungi dan menghargai hak anak-anak. “Selain itu, Ornop sebagai mitra pemerintah harus dilibatkan secara aktif dalam berbagai program yang mengarah kepada perlindungan anak dan perempuan”, pungkasnya. Sementara dari Ornop Lingkar Rumah Rakyat Pemerhati sosial, menekankan bahwa permasalahan urbanisasi terjadi karena di desa mereka tidak punya harapan hidup, akibat berlarut-larutnya konflik tanah yang tidak kunjung selesai. Dampaknya, anak-anak muda desa nekad merantau ke kota dengan tanpa memiliki skill. Inilah yang memunculkan masalah diperkotaan. “Oleh sebab itu, agar tidak terjadi urbanisasi maka persoalan di desa harus diselesaikan. Berikan pengharapan hidup, tanah yang berkonflik harus diselesaikan”, imbuhnya. Kegiatan Kunker Komite I DPD RI dalam rangka inventarisasi masalah RUU Perkotaan dilaksanakan pada hari Senin, 03 Februari 2025, di Kantor Pemerintah Provinsi Sumatera Utara . Acara dipimpin oleh Wakil Ketua I Komite I DPD RI Carrel Simon Petrus bersama-sama dengan PJ Gubernur Sumatera Utara Agus Fatoni, dan Anggota DPD RI dari Dapil Sumatera Utara Pendeta Penrad Siagian. Dalam acara ini diundang pula oleh beberapa stakeholders terkait seperti Walikota Medan, Forkompimda, organisasi perangkat daerah terkait, perwakilan Polda Sumut, perwakilan Kodam I Bukit Barisan, akademisi pemerhati perkotaan, Ornop Disabilitas, Ornop Pemerhati anak, Ornop pemerharti lingkungan dan Ornop pemerhati Disabilitas. Acara dimulai pukul 10:30 WIB dan selesai pada pukul 12:30 WIB. Sumber : https://dpd.go.id/daftar-berita/inisiasi-ruu-perkotaan-dimulai-komite-i-lakukan-inventarisasi-masalah-di-sumatera-utara-03-februari-2025

Langkah Awal RUU Hilirisasi Sektor Mineral dan Batu Bara, Komite II belanja masalah di Kepulauan Riau

05 Februari 2025 oleh sumbar

dpd.go.id, Kepulauan Riau, 03/02/25- Proses penyusunan RUU Hilirisasi Mineral dan Batu Bara yang digagas oleh Komite II DPD RI memasuki agenda inventarisasi masalah yang dilakukan di beberapa daerah, salah satunya Provinsi Kepulauan Riau. Provinsi Kepulauan Riau adalah salah satu daerah yang telah mendukung kegiatan hilirisasi pada komoditas mineral dan batu bara. Pengertian Hilirisasi sendiri adalah proses pengolahan bahan mentah menjadi produk jadi yang lebih bernilai tinggi merupakan langkah pengembangan transformasi ekonomi berkelanjutan. Pertemuan dalam rangka Kunjungan Kerja Penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah RUU Hilirisasi Minerah dan Batu Bara yang diselenggarakan oleh Komite II DPD RI bekerja sama dengan Pemerintah Kota Batam di Kantor Walikota Batam. Pimpinan Komite II DPD RI, Angelius Wake Kako dalam sambutannya menyampaikan bahwa “informasi mengenai situasi terkini, baik permasalahan, tantangan, serta masukan dari para stakeholder yang terkait dengan kegiatan hilirisasi mineral dan batu bara sangat diperlukan untuk menghasilkan regulasi perundang-undangan yang berdampak pada upaya peningkatan perekonomian negara dan kesejahteraan ekonomi masyarakat.” Selaras dengan sambutan Pimpinan Komite II DPD, Sekretaris Daerah Kota Batam, H. Jefridin MPd, menyambut baik kegiatan kunjungan kerja Komite II DPD RI dan menyampaikan bahwa “Kota Batam kedepannya akan menjadi daerah industri, daerah pariwisata, daerah perdagangan dan daerah sandaran kapal. Kota Batam memfokuskan diri pada pengembangan infrastruktur diantaranya infrastruktur pengembangan industri hilirisasi hasil bumi” Ujar Setda Kota Batam. Beberapa informasi diperoleh Komite II DPD RI pada pertemuan ini diantaranya dari Koordinator Hilirisasi Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM, Muhammad Ansari, menyampaikan bahwa Pemerintah telah memiliki instrumen hukum mengenai mineral kritis yakni mineral yang mempunyai keguanaan penting untuk perekonomian nasional dan pertahanan keamanan. Dinyatakan juga bahwa adanya tantangan dalam melakukan hilirisasi mineral dan batu bara terkait: a) kesediaan energi pendukung pengolahan; b) ketersediaan sumber daya air pendukung kegiatan hilirisasi; c) masalah ketersediaan lahan, khususnya mengenai pembebasan lahan; dan d) regulasi yang mendukung investasi. Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui Kepala Dinas ESDM menegaskan bahwa gagasan atas kegiatan hilirisasi telah dimulai dalam Undang-Undang 4 Tahun 2009 dan ditegaskan kembali melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Ia juga menyampaikan bahwa dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, Daerah Pengolah akan memperoleh dana bagi hasil sebesar 8%, oleh karena itu sangat erat kaitannya dengan keberadaan kegiatan hilirisasi di kota Batam. Selain stakeholder dari Pemerintahan, Pelaku Usaha juga hadir pada pertemuan tersebut yaitu M. Faisal aswan, SE, Direktur legal dan Buisness Development PT. Prima Dredge Teams yang merupakan holding company perusahaan bergerak dalam kegiatan hilirisasi di Batam. Ia menyambut sangat baik atas inisiasi Komite II DPD RI menyusun RUU tentang Hilirisasi Mineral dan Batu Bara. Disampaikan pula beberapa kendala yang hadapi dalam kegiatan usaha hilirisasi sektor nikel, yakni: 1) regulasi yang belum secara rinci mengatur kegiatan usaha lanjutan produk nikel; 2) kesediaan bahan baku yang terbatas di daerah, jika pun ada harga nya tinggi; 3) permodalan dalam negeri yang terbatas karena adanya kasus korupsi lalu, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan bank untuk memberikan pinjaman; 4) adanya Kebijakan baru Devisa Hasil Ekspor sebesar 100% untuk periode satu tahun; 5) penetapan zona pemanfaatan di laut; 6) proses perizinan yang memerlukan waktu cukup lama. Seraya informasi dan masukan yang telah disampaikan stakeholder, Anggota Komite II DPD RI, Dr. H. Bustami Zainudin, S.Pd, M.H dan H. Muslim M Yatim, Lc.,M.M, berpandangan bahwa dari informasi dan masukan yang diterima perlu diperdalam kembali, begitu pula dalam kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi alih teknologi juga harus diperhatikan. “Jangan Sampai kita bukan sebagai tuan rumah di rumah kita sendiri” ujar Bustami. “Permasalahan yang dihadapi dalam hilirisasi mengenai regulasi, koordinasi, yang terpenting adalah kesiapan SDM baik di birokrat maupun di masyrakat dan lingkup usaha” lanjutnya Dr. Drs. Marthin Billa,M.M., anggota Komite II DPD Selain melaksanakan diskusi di Kantor Walikota Batam, Anggota Komite II DPD RI juga mengunjungi PT. Batam Timah Sinergi yang merupakan pelaku usaha hilirisasi mineral timah di Kota Batam. Dalam Kunjungan lapangan tersebut, Anggota Komite II DPD RI melihat secara langsung proses pemurnian danpengolahan dari hulu pengolahan timah menjadi ingot (timah batangan), kemudian diproses menjadi berbagai jenis solder sebagai bahan baku industri sebagai produk hilir timah. Kegiatan kunjungan kerja Daftar Inventarisasi Masalah dalam rangka penyusunan RUU Hilirisasi Minerba dihadiri oleh Anggota Komite II yaitu DPD RI Ir. H. Ria Saptarika, M.Eng. senator Prov. Kepulauan Riau; Hj. Eva Susanti, S.E., M.M. senator Prov. Sumatera Selatan, Dr. Drs. Marthin Billa,M.M. senator Prov. Kalimantan Utara; Syarif Melvin, S.H. senator Prov. Kalimantan Barat; Hj. Happy Djarot senator Prov. Daerah Khusus Jakarta; Habib Said Abdurrahman Senator Prov. Kalimantan Tengah; Lalita, S.H., M.H. Senator Prov. Papua; Azhari Cage, S.IP Senator Prov. Aceh; Dr. H. Bustami Zainudin, S.Pd, M.H. Senator Prov. Lampung; H. Muslim M Yatim, Lc.,M.M. Senator Prov. Sumatera Barat; dan Alfiansyah Komeng Senator Prov. Jawa Barat dan Angelius Wake Kako, S.PD.,M.SI. Senator NTT selaku Pimpinan Komite II DPD RI. Dihadiri pula oleh Perwakilan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Kementerian Kehutanan RI, Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepualauan Riau, dan stakeholder terkait lainnya. Sumber : https://dpd.go.id/daftar-berita/langkah-awal-ruu-hilirisasi-sektor-mineral-dan-batu-bara-komite-ii-belanja-masalah-di-kepulauan-riau

Muslim M Yatim : Utamakan Pendekatan Kultural dalam Penyelesaian Polemik PLTS Singkarak

04 Februari 2025 oleh sumbar

PADANG, ONtime.ID — Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sumatera Barat, Muslim M Yatim meminta PLN Indonesia Power melakukan pendekatan kultural kepada masyarakat sekitar danau Singkarak yang kontra terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Menurutnya, tidak ada persoalan yang rumit yang tidak ada jalan keluarnya kalau semua stakeholder duduk bersama mencari jalan terbaik untuk menjawab semua kekhawatiran masyakarat di sekitar danau Singkarak. “Dengan mengedepankan pendekatan kultur adat dan budaya, serta melibatkan Tigo Tungku Sejarangan dalam penyelesaian pro dan kontra PLTS Singkarak, saya yakin tidak ada kusut yang tak terselesaikan, ” ujar Muslim M Yatim usai menerima audiensi Ikatakan Keluarga Malalo (IKM) beberapa waktu lalu di gedung DPR RI Senayan. Lebih jauh, Muslim mengatakan adanya pihak – pihak yang kontra terhadap proyek strategis ini, karena berbagai kekhawatiran – kekhawatiran yang belum tentu akan terjadi. “Untuk itulah perlunya sosialisasi yang masif kepada masyarakat setempat tentang manfaat dan dampak terhadap masyarakat terhadap proyek yang akan dilaksanakan tersebut, ” ujar Senator yang juga CEO HNI itu. Dihadapan Senator Muslim M Yatim, delapan orang perwakilan IKM menyampaikan ke khawatirannya terhadap pembangunan PLTS Singkarak dapat mengganggu habitat ikan dan ekosistem danau. PLTS Singkarak atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya Singkarak merupakan pembangkit listrik yang berada di Danau Singkarak, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Proyek Pembangunan PLTS Singkarak senilai Rp. 900 milyar ini, memiliki kapasitas 50 MV. PLTS Singkarak ini diharapkan akan menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada. Hingga saat ini, PLTA Singkarak merupakan pembangkit listrik yang beroperasi di Danau Singkarak. Pembangkit ini berkapasitas 175 MW dan dimiliki oleh PT PLN (Persero). (*) Sumber : https://www.ontime.id/muslim-m-yatim-utamakan-pendekatan-kultural-dalam-penyelesaian-polemik-plts-singkarak/

Serap Aspirasi, Anggota DPD Cerint Iralloza Kunjungi Padang Panjang

03 Februari 2025 oleh sumbar

Langgam.id — Anggota DPD RI asal Sumatra Barat Cerint Iralloza Tasya mengunjungi Kota Padang Panjang guna menyerap aspirasi untuk pengembangan daerah itu. Penjabat (Pj) Wali Kota, Sonny Budaya Putra, bersama sejumlah anggota DPRD menyampaikan sejumlah aspirasi kepada anggota DPD RI, Cerint dalam kunjungan tersebut Pertemuan tersebut berlangsung di Sate Mak Syukur, dihadiri Ketua DPRD, Imbral, Wakil Ketua DPRD Nurafni Fitri, anggota DPRD, Robi Zamora, dan Ridwansyah, Beberapa usulan penting disampaikan di antaranya pengembangan peternakan sapi perah, peningkatan pelayanan di RSUD dengan menambah dokter spesialis jantung, dan pengembangan fasilitas rest area sebagai daya tarik wisata. Cerint menyambut positif sejumlah usulan ini. Aspirasi yang disampaikan, menurutnya, sangat relevan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dirinya bakal berupaya memperjuangkan usulan itu. Pj Wako Sonny menyampaikan harapannya agar usulan ini bisa diwujudkan. “Kami akan mempersiapkan semua dokumen pendukung, termasuk proposal dan data teknis lainnya, sebagai bahan pengajuan nantinya," ungkap Sonny. Sementara itu, Sekretaris Dinas Pangan dan Pertanian, Zetrial, S.P menambahkan, kebutuhan pengembangan sapi perah saat ini yaitu pengadaan mesin Ultra High Temperature (UHT) senilai Rp200 juta dan homogenizer pemecah lemak susu senilai Rp40 juta. Selain itu, diusulkan juga dukungan dalam pemasaran produk olahan susu. Dalam kunjungannya, Cerint diajak melihat langsung potensi dan aktivitas pengolahan susu di Rumah Susu yang berlokasi di Kelurahan Bukit Surungan, serta ke Kelompok Tani Permata Ibu di Kelurahan Ganting. (*/Fs) Sumber : https://langgam.id/serap-aspirasi-anggota-dpd-cerint-iralloza-kunjungi-padang-panjang/