Mati Lampu Seperti Minum Obat Tiga Kali Sehari

oleh admin

Jakarta,dpd.go.id- “Gorontalo saat ini mengalami krisis listrik, seperti minum obat, tiga kali sehari mati lampu”, ujar Hj. Rahmijati Jahja,S.Pd., Anggota Komite II DPD RI asal Provinsi Gorontalo mengungkapkan kekecewaannya terhadap kondisi listrik di Gorontalo dalam rapat dengar pendapat dengan Dirut PT.PLN (Persero), Sofyan Basyir membahas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2015-2024 di Gedung B DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta (14/3/2016). Nicke Widyawati, Direktur Perencanaan Korporat turut hadir mendampingi Dirut PT.PLN (Persero). Ia memaparkan perlunya review RUPTL 2015-2024, “ Pertama: Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 diproyeksikan 4,7 % lebih rendah daripada asumsi pada RUPTL sebelumnya sebesar 6,1%. Kedua: Terjadi penurunan pertumbuhan penjualan pada 2015 yang signifikan, terutama di Jawa-Bali yang berkontribusi 80% pasar namun hanya tumbuh 1,2%, sehingga total Indonesia hanya 2%. Ketiga: Pertumbuhan penjualan tahun 2016-2025 rata-rata 8,6% pertahun dibandingkan proyek RUPTL sebelumnya 8,7% per tahun. Keempat: Beberapa proyek FTP-1 di luar Jawa diperkirakan mundur dari jadwal semula sehingga perlu pemutakhiran jadwal opersai proyek. Kelima: Adanya kebijakan pemerintah untuk menambah porsi pembangkit berbahan bakar gas dan EBT menggantikan pembangkit berbahan bakar batubara, sehingga beberapa potensi proyek baru EBT yang perlu direncanakan untuk dibangun. Keenam: Mempertimbangkan kebutuhan KEK dan kawasan industri baru. Ketujuh: Hampir semua proyek PLTU skala kecil tidak berjalan lancar sehingga perlu ada pengganti/antisipasi”. Nicke menambahkan,”Untuk mencapai target bauran energi sesuai Draft RUKN 2015-2034, perlu dukungan Pemerintah dalam bentuk: Menyelesaikan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pengembangan EBT, misalnya pembebasan lahan, penggunaan kawasan hutan lindung dan konservasi, risiko eksplorasi panas bumi dan lain sebagainya. Insentif dari Pemerintah untuk mendorong pengembangan EBT. Memprioritaskan pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik supaya dapat mencapai target bauran energi dari gas Draft RUKN sekitar 24%. Perlu komitmen Pemerintah untuk mengembangkan PLTN, sehingga perlu dipersiapkan dari sekarang, termasuk pengembangan SDM-nya”. Dirut PT.PLN (Persero), Sofyan Basyir mengatakan bahwa PLN telah melakukan perubahan organisasi dengan pendekatan daerah, dimana tadinya hanya ada 7 Direktur menjadi 11 Direktur demi terwujudnya program listrik 35.000 MW. Begitu banyak hambatan yang kami hadapi terkait lahan, perijinan, banyaknya gardu induk yang tak terselesaikan. Kami tidak bisa mundur, kami harus maju, persoalan dan hambatan menjadi tantangan bagi kami. Dalam rapat dengar pendapat bersama Dirut PT.PLN (Persero), Komite II DPD RI dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: Memahami kendala-kendala yang dihadapi oleh PT.PLN (Persero) dalam merealisasikan target pembangunan ketenagalistrikan sebesar 35.000 MW. Meminta kepada PT.PLN (Persero) untuk melibatkan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan ketenagalistrikan guna mencapai target 35.000 MW. Pelibatan Pemerintah Daerah sangat diperlukan guna mengatasi berbagai permasalahan yang menghambat pembangunan pembangkit, distribusi maupun transmisi. Memfasilitasi penyelesaian berbagai permasalahan yang terjadi di daerah seperti pengadaan lahan dan perizinan. Mendukung revisi RUPTL 2016-2025 agar target pembangunan 35.000 MW semakin nyata realisasinya, untuk itu Komite II DPD RI meminta PT.PLN (Persero) hendaknya mempertimbangkan beberapa isu penting yang perlu diakomodir dalam penyusunan RUPTL 2016-2025 yang meliputi kewajiban peningkatan konten lokal dalam pembangunan pembangkit, transmisi dan distribusi, peningkatan bauran energi, penyelesaian permasalahan-permasalahan yang menjadi bottleneck dalam Independent Power Producer (IPP) dan peningkatan peran PT.PLN (Persero) dalam jaringan transmisi dan gardu induk dalam program 35.000 MW. Merekomendasikan penerapan UU No.2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan Perpres No 4 tahun 2016 untuk mengatasi kendala pembebasan lahan dan hambatan perizinan. ****sna        

Berita Terkait

Sampaikan Aspirasi
Laporkan Pengaduan