KOMITE IV DPD RI BAHAS MATERI MUATAN RUU USULAN DPD RI

oleh admin

Jakarta, dpd.go.id - Pemerintah diharapkan dapat menempatkan diri sebagai ‘bisnis advicer’ dalam kebijakan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. RUU Penjamin Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan UMKN di Indonesia. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komite IV DPD RI, Siska Marleni dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pengaturan materi muatan RUU usul DPD RI tentang Penjaminan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan sejumlah pakar. Siska menilai, perlunya kebijakan yang mengatur agar pemerintah memberikan pelayanan mulai dengan registrasi sampai dengan pemasaran produk. “Nah, bagaimana RUU ini mengakomodir itu. Bagaimana untuk memudahkan user tidak hanya dalam pembiayaan namun juga memasarkan produk mereka. Itu sangat layak dimasukkan dalam muatan materi,” ujar Siska. Sementara itu, anggota Komite IV lainnya, Budiono menilai RUU ini perlu mengatur tentang perlunya keberadaan lembaga penjamin secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, anggaran untuk lembaga penjamin perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kinerjanya. “Lembaga penjamin seperti Jamkrida belum ada di semua provinsi. Dari sisi kinerja belum terlalu kuat bakan masih kesulitan mencari dana operasional. Nah ini bagaimana penjaminan bisa merata di semua provinsi. Untuk itu perlu di dorong untuk semua wilayah punya Jamkrida,” ujarnya.   Menanggapi hal itu, dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Najib menjelaskan persoalan yang dihadapi UMKM di Indonesia selama ini adalah kualitas SDM yang rendah, peran sistem pendukung yang kurang optimal dan kebijakan yang kurang efektif. Faktor penghambat yang paling tinggi adalah daya saing.  Najib menambahkan, para politisi dan birokrat hanya fokus pada memberikan subsidi kepada UKM tidak memberikan efek yang besar, maka seharusnya perlu dipikirkan untuk menyediakan subsidi untuk biaya start-up dan menciptakan unit mandiri. “Paradigma lama dengan memberikan subsidi adalah bentuk pengembangan UKM dengan anggaran besar tetapi memiliki efek kecil, sebaiknya fokus pada penyediaan subsidi untuk biaya start-up, dengan demikian akan tercipta unit mandiri daripada subsidi pendapatan ke klien,” ujarnya. Permasalahan lain yang dipaparkan oleh dosen IPDN Jati Nangor Andi Heni, adalah bahwa selama ini UMKM kesulitan utk mengakses sumber kredit. Karena pada umumnya, jaminan yg diajukan oleh UMKM dinilai tidak layak oleh lembaga pembiayaan.  “Untuk itu, Ia menilai perlu ada aturan biaya penjaminan yang lebih meringankan UMKM. Selain itu utk bunga pinjaman juga perlu untuk dikaji kembali,” ujar Heni. Selain masalah permodalan, izin operasi juga perlu diperbaiki. Menurutnya, pada umumnya UMKM enggan mengurus izi operasional dan bertahan sebagai usaha informal, karena ada indikasi ketakutan dibebankan pajak.**

Berita Terkait

Sampaikan Aspirasi
Laporkan Pengaduan