Komite III DPD RI Tegaskan Pekerja Platform dan Mandiri Berhak Bentuk Serikat Pekerja

oleh admin

Makassar, dpd.go.id - Pengundangan UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh disambut dengan euforia  munculnya banyak Serikat Pekerja/Serikat Buruh baru di Indonesia  Berdasarkan hasil verifikasi Kementerian Tenaga Kerja pada tahun 2015 misalnya terdapat 14 Konfederasi, 120 Federasi, dan 12.302 unit SP/SB di tingkat pabrik. Hak untuk berserikat  dan berorganisasi bagi pekerja/buruh memang seharunya di jamin oleh Konegara, bukan saja karena konstitusi UUD 45 yang mengatur tetapi juga karena Indonesia telah meratifikasi konveni ILO 87/1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak Berorganisasi (Freedom of Association and Protection of Right to Organize).  “Sayangnya, meski sudah ada UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, faktanya tidak semua pekerja/buruh bisa menjadi anggota atau membentuk serikat pekerja/buruh,” demikian dinyatakan oleh Dedi Iskandar Batubara, Wakil Ketua Komite III DPD RI dalam sambutannya membuka kegiatan Uji Sahih RUU Perubahan UU Serikat Pekerja/Buruh di FH Universitas Hasanudin, Selasa 28/06/22.  Pekerja  mandiri dan pekerja platform digital atau pekerja yang bekerja di luar perusahaan, belum terakomodasi untuk menjadi anggota serikat pekerja/seikat buruh atau membentuk serikat pekerja/serikat buruh. Padahal seiring dengan perkembangan teknologi digital, jumlah pekerja dalam kelompok cenderung meningkat. Demikian juga dengan pekerja migran. UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) menyebut yang dimaksud dengan Pekerja Migran Indonesia menurut Pasal 1 angka 2 UU PPMI adalah setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wiiayah Republik Indonesia. Dengan adanya penegasan dalam RUU Serikat Pekerja/Serikat Buruh bahwa  berhak untuk menjadi anggota atau membentuk SP/SB maka bukan saja menjadi dominasi PMI yang sedang bekerja tetapi juga yang akan dan sudah bekerja di luar negeri. Beberapa hal tersebutlah yang menurut Dedi, senator asal Sumatera Utara itu, yang melatarbelakangi penyusunan RUU Serikat Pekerja/Buruh yang diinisiasi oleh DPD RI. “Kami hendak lakukan perbaikan. Kami melakukan uji sahih untuk mendengar dan menjaring masukan pandangan dan pendapat dari seluruh elemen masyarakat khususnya buruh. Adapun inisiasi RUU Perubahan UU Serikat Pekerja dilakukan  karena urusan ketenagakerjaan menjadi salah satu  kewenangan yang dilimpahkan ke daerah, sehingga sesuai amanat Pasal 22D konstitusi DPD RI kami menyusun RUU ini. ” tegas Dedi.  Selain Dedi, hadir pula senator Komite III DPD lainnya  antara lain Ust. Zuhri M Syazali (Babel),   Rahmijati Jahja (Gorontalo), Andi Nirwana (Sultra),  Ahmad Nawardi (Jatim), Habib Zakaria Bahasyim (Kalsel), Maya Rumantir (Sulut), Iskandar Muda Baharudin Lopa (Sulbar) dan Herlina Murib (Papua).  Kegiatan uji sahih yang dibuka oleh Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan,  FH Unhas Dr. Muh. Hasrul, S.H.,M.H, juga dihadiri oleh dinas tenaga kerja setempat, organisasi buruh, organisasi perusahaan  dan civitas akademi FH Unhas.  Guru Besar FH Unhas, Prof. Dr. Marwati Riza, SH., MSi menekankan pentingnya pembinaan oleh Pemerintah. Menurutnya salah satu fungsi serikat pekerja adalah pemberdayaan. Melalui pemberdayaan maka ketenangan  bekerja, ketenangan berusaha dan pada ujungnya kesejahteraan pekerja dapat dicapai.  Marwati juga menyoroti perihal hak pekerja/buruh di luar perusahaan untuk menjadi anggota serikat pekerja/buruh, yang perlu diatur  secara jelas agar tidak multitafsir. Menjadi pertanyaan apakah pekerja dalam kelompok tersebut tunduk dalam hubungan kerja atau hubungan keperdataan lainnya ? Adapun  Koordinator SBSI Sulsel, Amallanti, SH, berharap revisi UU Serikat Pekerja/Buruh harus memperkuat hak pekerja untuk berorganisasi bukan memberangus.(*)

Berita Terkait

Sampaikan Aspirasi
Laporkan Pengaduan