Informasi Seputar Kegiatan di DPD RI
AGENDA KEGIATAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
06 November 2025 oleh admin
JAKARTA, dpd.go.id - Peraturan pelaksana UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa, sebagai pedoman bagi daerah untuk menyusun perda, perlu segera diterbitkan. Urgensi ini bulat disampaikan oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), DPP Desa Bersatu, dan Sutoro Eko selaku pakar pemerintahan desa, dalam RDPU Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Rabu, (5/11/2025). RDPU dilaksanakan dalam rangka monitoring tindak lanjut atas Keputusan DPD RI Nomor 33/DPD RI/III/2024-2025 tentang Hasil Pemantauan dan Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah terkait Tata Kelola Pemerintahan Desa.
Hadir pula dalam RDPU Bupati Bangka Selatan (Riza Herdavid) selaku Wasekjen APKASI, Bupati Deli Serdang (Asri Ludin Tambunan), Bupati Serang (Ratu Rachmatuzakiyah), dan Direktur Eksekutif APKASI (Sarman Simanjorang). Dijelaskan oleh Wasekjen APKASI bahwa sebagian besar kabupaten telah memulai penyelarasan perda dengan UU 3/2024 tentang Desa. Namun belum adanya PP turunan dari UU Desa menjadi hambatan dalam penyelarasan tersebut.
“Belum terbitnya PP ini menyebabkan pemda kesulitan merumuskan aturan teknis, terlebih regulasi teknis dari K/L banyak yang tumpang tindih. Tentunya hal ini tidak sejalan dengan Rekomendasi DPD RI dalam Keputusannya yang mendorong penyederhanaan regulasi. Dan keterlambatan penerbitan regulasi teknis ini mengakibatkan kevakuman hukum di tingkat desa dan kabupaten”, jelasnya.
APEKSI juga menyampaikan aspirasi agar pemerintah pusat memberikan fleksibilitas alokasi Dana Desa untuk digunakan sesuai kebutuhan, dan pentingnya dukungan pusat untuk penguatan kapasitas kelembagaan melalui program dan anggaran agar penyelenggaraan tata kelola desa menjadi lebih baik ke depan. APEKSI juga menyoroti urgensi pengintegrasian aplikasi desa yang lebih kurang mencapai 24 (dua puluh empat) aplikasi, yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi; Kementerian Keuangan; dan Kejaksaan.
Sementara itu ketua Umum DPP Desa Bersatu (M. Asri Anas) menegaskan realita bahwa azas rekognisi dalam memandang desa telah hilang. “Yang menonjol dari UU Desa sejak melalui 6/2014 adalah dikenalnya azas rekognisi dan subsidiaritas dalam mendudukkan desa, yang dirumuskan secara politis berdasarkan nilai-nilai historis dan sosial kemasyarakatan. Saat ini rekognisinya hilang,” tegasnya.
DPP Desa Bersatu juga menegaskan ketidaksetujuannya untuk menjadikan Dana Desa sebagai jaminan Koperasi Merah Putih. Bahkan BULD DPD RI didorong untuk dapat memperjuangkan kenaikan Dana Desa sebesar 5% dari APBN dan Dana Operasional sebesar 5% dari Dana Desa.
Menggarisbawahi mengenai fleksibilitas pengalokasian Dana Desa, APDESI lebih rinci menyampaikan bahwa hendaknya 70% Dana Desa dapat diberikan hak prerogatif pengelolaannya kepada desa, dan sisanya menjadi kewenangan pusat untuk pengaturannya. Tidak adanya kewenangan yang diberikan kepada desa juga ditegaskan oleh Sutoro Eko. “Kewenangan desa telah hilang, dan digantikan oleh lima aspek yang menjadi template model modernis-kolonialisme dalam memandang desa”, tegasnya.
Dijelaskan Sutoro bahwa dalam pola hubungan antara pusat dengan desa, Indonesia tergolong masuk dalam model modernis-kolonialisme. Dasawarsa terakhir ciri khas model ini semakin menguat dengan indikasi 5 (lima) aspek yang template kolonial meliputi keuangan, program/proyek, perangkat, dan data.
RDPU dipimpin oleh 4 Pimpinan BULD DPD RI (Ketua Stefanus B.A.N. Liow/Sulawesi Utara dan 3 Wakil Ketua: Marthin Billa/Kalimantan Utara; H. Abdul Hamid/Riau; Agita Nurfianti/Jawa Barat). Dalam pengantarnya Ketua BULD DPD RI menegaskan bahwa penguatan tata kelola pemerintahan desa merupakan langkah strategis untuk memastikan efektivitas pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat.
“Desa adalah ujung tombak pelayanan publik dan pembangunan nasional. Karena itu, tata kelola pemerintahan desa yang transparan, partisipatif, dan akuntabel harus menjadi prioritas bersama,” terangnya.
Diskusi diperdalam oleh Anggota BULD DPD RI, diantaranya Ismeth Abdullah (Kepulaun Riau), Sinta Rosma Yenti (Kalimantan Timur), Fahira Idris (Daerah Khusus Jakarta), Rafiq Al-Amri (Sulawesi Tengah), Muhdi (Jawa Tengah), Darmansyah Husein (Kepulauan Bangka Belitung), Yashinta Sekarwangi (D.I. Yogyakarta), Kondang Kusumaning Ayu (Jawa Timur), Agustinus R. Kambuaya (Papua Barat Daya).
AGENDA KEGIATAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA