Soroti Lemahnya Kualitas Perda, BULD DPD RI Dorong Harmonisasi Regulasi Pusat – Daerah

27 Agustus 2025 oleh admin

JAKARTA, dpd.go.id – Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI menegaskan pentingnya memperkuat harmonisasi legislasi antara pusat dan daerah guna memastikan kebijakan pembangunan lebih efektif dan berkeadilan. Penegasan ini berangkat dari hasil reses Anggota BULD DPD RI pada Masa Sidang V Tahun Sidang 2025–2026 yang mencatat masih banyak persoalan serius dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) maupun Peraturan Daerah (Perda).

Ketua BULD DPD RI, Stefanus BAN Liow, mengungkapkan hampir seluruh daerah di Indonesia menghadapi tantangan struktural dalam penyusunan Perda. Hambatan tersebut meliputi regulasi pusat yang sering kali kaku dan tidak selaras dengan kebutuhan daerah, keterbatasan kapasitas sumber daya manusia dan anggaran, hingga lemahnya partisipasi publik.

“Kondisi ini berdampak pada lambannya proses penyusunan Perda, menurunkan efektivitas pelaksanaannya, bahkan tidak jarang gagal difasilitasi oleh pemerintah pusat,” ucap Stefanus saat Rapat Dengar Pendapat Umum di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (27/8/25).

Menurut Stefanus, BULD DPD RI menempatkan diri sebagai penghubung sekaligus penguat kapasitas legislasi daerah. Sinkronisasi regulasi pusat–daerah harus dipastikan berjalan beriringan, di mana perda harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan nasional, namun tetap responsif terhadap kebutuhan lokal.

“BULD DPD RI akan terus mendorong agar mekanisme penyusunan Perda tidak hanya memenuhi aspek legal formal, tetapi juga responsif terhadap kebutuhan masyarakat daerah. Harmonisasi ini penting agar pembangunan di daerah dapat berjalan efektif dan berkeadilan,” tegas Senator asal Sulawesi Utara itu.

Penguatan legislasi daerah ini juga mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Guru Besar Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Umbu Rauta, menilai rendahnya kualitas penyusunan Perda berawal dari lemahnya naskah akademik.

“Jalur penyusunan naskah akademik sering kali berbeda-beda, bahkan lebih dimaknai sebagai proyek. Akibatnya, kualitas naskah akademik kerap terabaikan,” jelas Umbu.

Sementara itu, Anggota DPD RI asal Kalimantan Selatan, Gusti Farid Hasan Aman, menyoroti fenomena semakin banyaknya Perda yang dibentuk, namun tidak diikuti dengan kewenangan nyata di daerah.

“Apakah ada kajian jika kita membuat banyak Perda, sementara kewenangan daerah tidak ada? Untuk apa Perda dibuat, apalagi jumlah mandat dari pusat semakin banyak sehingga pemerintah daerah tidak punya ruang,” tegas Gusti Farid.

Berita Terkait

Sampaikan Aspirasi
Laporkan Pengaduan