Rapat Kerja dengan Wakil Menteri Investasi, Anggota DPD RI DIY R.A. Yashinta Sekarwangi Mega Menyoroti Pentingnya Investasi Berbasis Potensi di Setiap Daerah

04 November 2025 oleh admin

Jakarta, dpd.go.id – Anggota Komite IV DPD RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), R.A. Yashinta Sekarwangi Mega, menyoroti perlunya strategi investasi yang spesifik dan tidak seragam untuk daerah-daerah dengan karakteristik ekonomi yang unik seperti DIY. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI bersama Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM , yang membahas implementasi Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Yashinta mengapresiasi kinerja positif investasi nasional yang dipaparkan oleh kementerian. Berdasarkan data yang disajikan, realisasi investasi kumulatif dari Januari hingga September 2025 telah berhasil mencapai Rp1.434,3 triliun, atau setara dengan 75,3% dari target tahunan sebesar Rp1.905,6 triliun. Capaian ini juga mencerminkan pertumbuhan sebesar 13,7% year-on-year dan telah berhasil menyerap lebih dari 1,95 juta tenaga kerja baru.

Meski demikian, Yashinta memberikan catatan kritis terkait kesenjangan antara strategi investasi nasional dengan realitas di daerahnya. "Saya mengapresiasi paparan Pak Wamen. Namun, saya melihat pencapaian investasi nasional sejauh ini, dalam paparan Bapak, DIY tidak masuk 5 besar lokasi investasi, tidak masuk 5 besar lokasi hilirisasi, dan bahkan tidak teridentifikasi dalam Peta Potensi Hilirisasi," ujar Yashinta.

Ia menegaskan bahwa strategi investasi nasional saat ini lebih berfokus pada hilirisasi dari sektor Sumber Daya Alam (SDA). Sementara itu, karakteristik ekonomi di DIY sangat khas dan unik, dengan tumpuan utama pada sektor jasa, pariwisata, dan ekonomi kreatif. "Basis ekonomi kami berbeda. Tantangan yang kami hadapi di DIY juga sangat khas, yang paling mendasar adalah ketersediaan lahan yang sangat terbatas dan harganya yang mahal ," jelas Yashinta.

Ia memaparkan bahwa tingginya biaya lahan ini telah memicu krisis tata ruang, yaitu alih fungsi lahan pertanian produktif yang tidak terkendali. Hal ini, menurutnya, menciptakan konflik antara keuntungan ekonomi jangka pendek dengan tujuan strategis jangka panjang provinsi, seperti ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan.

Oleh karena itu, Yashinta mendorong Kementerian Investasi dan Hilirisasi untuk merumuskan instrumen kebijakan yang mampu menjawab tantangan daerah yang tidak berbasis SDA. "Dengan fokus pemerintah pada hilirisasi sektor SDA, bagaimana konsep ini dapat diterapkan pada sektor jasa untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi daerah? " tanyanya.

"Saya merekomendasikan agar Kementerian Investasi dan Hilirisasi dapat memperluas definisi hilirisasi-nya agar mencakup hilirisasi SDM (Sumber Daya Manusia), hilirisasi digital, maupun hilirisasi pariwisata dan kebudayaan yang menjadi kekuatan DIY. Kami membutuhkan kebijakan untuk mendukung 'hilirisasi jasa' di daerah yang memiliki keterbatasan SDA namun unggul dalam SDM seperti di DIY," tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Yashinta juga menyoroti implementasi sistem perizinan Online Single Submission (OSS), khususnya terkait penerapan sistem "Fiktif Positif" (FikPos). Ia mempertanyakan langkah antisipasi kementerian untuk memastikan sistem tersebut tidak disalahgunakan untuk menerbitkan izin yang berisiko merusak lingkungan, tidak memenuhi standar keamanan, atau terbit berdasarkan data yang tidak akurat. *

Berita Terkait

Sampaikan Aspirasi
Laporkan Pengaduan